Minggu, 26 Mei 2013

SOFTSKILL "HUKUM PERJANJIAN"

TULISAN SOFTSKILL “HUKUM PERJANJIAN”
DOSEN : YUNNI YUNIAWATY
NAMA : ILMA SYAHIDA AROFI
NPM : 23211509
KELAS : 2EB25


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah, rahmat dan hidayah yang dilimpahkan-Nya, kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Perjanjian”.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat dalam melaksanakan tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi Jenjang S1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.



Dengan segala keterbatasan, kami sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dalam pembahasan maupun tata bahasanya atau cara penulisannya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati kiranya koreksi dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak khususnya para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini.



Akhir kata kami mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bekasi, 26 Mei 2013



Ilma Syahida Arofi




BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

           Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan suatu hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memerikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.
            Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya tidak aka nada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh masing masing pihak.


1.2. Rumusan Masalah
  
1.2.1 Dapat memahami dan menjelaskan Perjanjian Baku / Standar yang pasal-pasalnya ditentukan Perjanjian yang diatur didalam BW dan diluar BW.


BAB II
PEMBAHASAN

Hukum Perjanjian

1.      Standar Kontrak

Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Biasa juga disebut sebagai perjanjian baku. Menurut Hondius, inti dari perjanjian baku adalah isi dari perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isi perjanjian tersebut.

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak adalah perjanjian yang telah dibakukan, ciri-cirinya :

a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang berposisi (ekonomi) kuat.
b. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menetukan isi perjanjian.
c. Terbentur oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d. Bentuk tertentu (tertulis).
e. Dipersiapkan secara massal dan kolektif.

Secara kuantitatif, jumlah standar kontrak yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sangat banyak yang disertai dengan standar baku dalam pengelolaannya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat lalu lintas hukum. Hondius mengemukakan bahwa dewasa ini banyak perjanjian dibuat atas dasar syarat-syarat baku, seperti perjanjian kerja, perbankan, sektor pemberian jasa, sewa upah, perniagaan, sewa menyewa, dan lain-lain.


Hondius tidak mengklasifikasikan jenis-jenis standar kontrak tersebut. Namun Marium Darus membagi jenis perjanjian baku menjadi empat jenis, yaitu :
a. Perjanjian Baku Sepihak, yaitu perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu.
b. Perjanjian Baku Timbal Balik, yaitu perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak.
c. Perjanjian Baku yang ditetapkan oleh Pemerintah yaitu perjanjian baku yang isinya dtentukan oleh pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu.
d. Perjanjian Baku yang ditentukan di lingkungan notaries atau advokat, yaitu perjanjian yang konsepnya sejak semula sudag dipersiapkan untuk memenuhi permintaan dari klien.

2.      Macam-macam Perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual-beli.
b) Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.
Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya: hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
c) Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoend).
Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V s/d XVIII KUH Perdata. Di luar perjanjian khusus tumbuh perjanjian umum yaitu perjanjian-perjanjian yang tdiak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tak terbatas. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam Hukum Perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian umum adalah perjanjian sewa beli.
d) Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir.
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).
e) Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil.
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian di mana di antara kedua: belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan-perikatan.

Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya.
Ø Perjanjian Liberatoir, yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) pasal 1438 KUH Perdata
Ø Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomst); yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.\
Ø  Perjanjian Untung-Untungan: misalnya prjanjian asuransi, pasal 1774 KUH Perdata.
Ø  Perjanjian Publik yaitu, perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.

3.      Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, sehingga kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat sahnya kontrak tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Syarat sah yang umum, yang terdiri dari :
  1) Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yang dikenal dengan syarat sahnya perjanjian, terdiri dari :
§  Kesepakatan kehendak;
§  Dilakukan oleh pihak yang demi hukum dianggap cakap untuk bertindak;
§  Untuk melakukan suatu prestasi tertentu;
§ Prestasi tersebut haruslah suatu prestasi yang diperkenankan oleh hukum, kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat luas (biasa disebut dengan suatu kuasa yang halal).
    2) Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata, yang terdiri dari :
      §  Syarat itikad baik;
      §  Syarat sesuai dengan kebiasaan;
      §  Syarat sesuai dengan kepatuhan;
      §  Syarat sesuai dengan kepentingan umum
Undang-undang memberikan hak kepada setiap orang untuk secara bebas membuat dan melaksanakan perjanjian, selama keempat unsur di atas terpenuhi. Pihak-pihak dalam perjanjian bebas menentukan aturan main yang dikehendaki dalam perjanjian tersebut, dan melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan yang telah tercapai diantara mereka. Selama dan sepanjang para pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah tercapai diantara mereka. Selama dan sepanjang para pihak tidak melanggar ketentuan mengenai kuasa yang halal. Artinya, ketentuan yang diatur dalam perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, kepatuhan dan kebiasaan yang berlaku umum di dalam masyarakat.

Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan syarat subjektif, karena mengenai objek dari perjanjian. Dengan diperlakukannya kata sepakat mengdakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak.  Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tertentu.


Konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut: (1) Batal demi hukum (netig, null and void), misalnya dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata; (2) Dapat dibatalkan(vernieetigbaar, voidable), misalnya dalam hal tidak terpenuhinya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan tawaran dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

Sebagai suatu perbandingan dalam Common Law atau Anglo Saxon pembentukan perjanjian mengharuskan dipenuhinya 4 syarat, yaitu :
1) Kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri, mencakup :
   a. Adanya suatu penawaran (offer) dari pihak offeror sebagai pihak pertama;
   b. Adanya penyampaian penawaran tersebut kepada yang menyatakan kehendaknya untuk
       terikat pada persyaratan dalam penawaran tersebut;
   c. Adanya penerimaan penawaran oleh pihak kedua yang menyatakan kehendaknya untuk
       terikat pada persyaratan dalam penawaran tersebut;
   d. Adanya penyampaian penerimaan (acceptance) oleh pihak kedua kepada pihak
       pertama. 
2) Consideration (“something of value” yang dipertukarkan antara para pihak)
3) Kecakapan untuk membuat perjanjian
4) Suatu objek yang halal

4.      Saat Lahirnya Perjanjian

Untuk menentukan saat lahirnya kontrak dalam hal yang demikian ada beberapa teori :
a.  Teori Pengiriman (Verzend Theori); Menurut teori ini, suatu kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan tersebut dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
b. Teori Pengetahuan (Vernemings theorie); Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah saat suatu kata sepakat telah terbentuk pada saat orang yang menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya itu telah disetujui oleh pihak lainnya.
c. Teori Kepercayaan (vertrouwens theorie); mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak (secara objektif) diterima oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori Ucapan (Uiting Theorie); Menurut teori ini, bahwa suatu kesepakatan kehendak terjadi manakala pihak yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban yang menyatakan bahwa dia telah menerima tawaran tersebut.

5.      Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian
Pengertian pembatalan mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitupembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur. Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni :
     1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
     2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
     3) Harus dengan putusan hakim (verdict)

Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.



BAB III
P E N U T U P

3.1 Kesimpulan   

A. Asas Terbuka
  1)  Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU, ketertiban umum dan kesusilaan.
 2) Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”

B. Syarat-syarat Perjanjian
   Menurut Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
     a) Kesepakatan
     b) Kecakapan
     c) Hal tertentu
     d) Sebab yang dibolehkan
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Beberapa perjanjian khusus yang penting :
Perjanjian jual beli.
- Perjanjian sewa-menyewa
- Pemberian atau lebih
- Persekutuan (maastschapa)
- Penyuruhan (lestgeving)
- Perjanjian pinjam
- Penangungan hutang (borgtocht)
- Perjanjian perdamaian (dading atau compromis)


REFERENSI :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar