TULISAN
SOFTSKILL “HUKUM PERDATA”
DOSEN
: YUNNI YUNIAWATY
NAMA
: ILMA SYAHIDA AROFI
NPM
: 23211509
KELAS
: 2EB25
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
AKUNTANSI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah, rahmat dan hidayah yang
dilimpahkan-Nya, kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hukum Perdata”.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi
salah satu syarat dalam melaksanakan tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan
Akuntansi Jenjang S1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
Dengan segala keterbatasan, kami sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dalam pembahasan maupun tata bahasanya atau cara penulisannya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati kiranya koreksi dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak khususnya para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Akhir kata kami mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bekasi,
18 Mei 2013
Ilma
Syahida Arofi
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hukum perdata dalam
pengertian umum adalah hukum yang memuat tentang hukum perkawinan yang mengatur
segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan ( yang didalamnya berupa
perkawinan yang sah dan tidak sah, hubungan hukum antara suami dan istri,
hubungan hukum antara wali dan anak, harta benda dalam perkawinan ),
perceraian, serta akibat-akibat hukumnya ; hukum kewarisan. Dalam pengertian
khusus mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan mengenai
jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, persyarikatan ( kerja sama bagi hasil
), pengalihan hak, dan segala yang berkaitan dengan transaksi.
Di dalam hukum
perkawinan, yang paling menonjol dan yang sering terjadi kasusnya adalah
masalah “harta benda dalam perkawinan”. Kasus ini bisa terjadi pada awal
perkawinan dan bisa juga terjadi dalam masa menjalani perkawinan serta sewaktu
terjadinya perceraian.
Maka untuk itu,
pemakalah mengangkat topik permasalahan tentang “Harta Benda dalam Perkawinan ”
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Dapat memahami dan
menjelaskan Sejarah, Pengertian, dan Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia
serta sistematika Hukum Perdata
BAB
II
PEMBAHASAN
HUKUM PERDATA
1. Hukum Perdata
Yang Berlaku Di Indonesia
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum
Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik
perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari
Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan
dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau
Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang
merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan
budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Hukum perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga
negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan
perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara
lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan
Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang
terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa
kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum
lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
2. Sejarah Singkat
Hukum Perdata
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini
berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental
berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan
setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli
dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak
terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki
peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak
adanya kepastian hukum yang menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan keseragaman
hukum.
Pada tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum
Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais”
yang juga dapat disebut “Code Napoleon”.
Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di
Jaman Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum.
Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan)
akhirnya dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de
Commerce”.
Sejalan degan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda
(1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon
Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des
Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda
(Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland
disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code
Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun
kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai
memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5
Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan
WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan
bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de
Commerce.
Dan pada tahun 1948,kedua Undang-undang produk
Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie
(azas Politik Hukum).
Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk
BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van
koophandle).
3. Pengertian
& Keadaan Hukum Di Indonesia
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan di dalam masyarakat.
Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat
materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang
memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di
dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara
timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat
tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata
Formil yang sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses
perdata yang artinya hukum yang memuat segala aperaturan yang mengatur
bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Kondisi Hukum
Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu
masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa
Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor Hostia
Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk
Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
- Golongan Eropa dan yang dipersamakan
- Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
- Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan
bagi masing-masing golongan di atas yang tersebut dalam pasal 163 I.S.
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan
yaitu:
- Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
- Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
- Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap
hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang
sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang
pokok-pokoknya sebagai berikut :
Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab
Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan
yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dan lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama denagn bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesai ditulis di dalam Undang-undang. Maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus
dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
- Ordonansi
Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).
- Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 No. 570 berhubungan dengan No. 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua
golongan warga negara, yaitu:
- Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
- Peraturan
Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 No. 108)
- Ordonansi
Woeker (Staatsblad 1938 No. 523)
- Ordonansi
tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 No. 98).
4. Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
4. Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat.
Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-undang berisi :
Buku 1 :
Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan
hukum kekeluargaan.
Buku 11 :
Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum
waris.
Buku 111 :
Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal
balik antar orang-orang atau pihak-pihak tetentu.
Buku 1V :
Berisi tentang pembuktian dak daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat
pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa.
Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum / Doktrin dibagi
dalam 4 bagian yaitu:
1. Hukum rentang diri seseorang (pribadi).
1. Hukum rentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dan hukum, mengatur
tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak
sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentan hal-hal yang
mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
2. Hukum Kekeluargaan
2. Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari
hubungan kekeluargaan yaitu :
Perkawinan
beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami denagn istri,
hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
3. Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai
dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku
terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang
hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tetetu saja dan karenanya dinamakan
hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
- Hak seorang
pelukis atas karya lukisannya
- Hak seorang
pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
4. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia
meningal. Disamping itu hukumwarisan mengatur akibat-akibat dari hubungan
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
Contoh Kasus Hukum Perdata di Indonesia dan Internasional
Contoh Kasus hukum Perdata tentang Perceraian
( Kekerasan Dalam rumah Tangga)
Perkara Cerai Susan Karena Kekerasan Rumah Tangga
Contoh kasus dari seorang istri yang hendak mengajukan
gugatan cerai pada suaminya di Pengadilan Agama ( PA ), adapaun data/identitasnya
adalah sebagai berikut :
Nama : Susan
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Menikah
Anak : 1 anak laki-laki, umur 4 tahun
Cerita Permasalahan / Kronologis
Susan menikah di Jakarta dengan suaminya 6 tahun yang lalu
(th 2001). Dikaruniai 1 orang putra berumur 4 tahun. Sudah lama sebenarnya
Susan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, Suaminya adalah mantan anak orang
kaya yang tidak jelas kerjanya apa dan sering berprilaku sangat kasar pada
Susan, seperti membentak, berkata kotor, melecehkan dan yang terparah adalah
sering memukul. Sehingga akhirnya Susan sering tidak tahan sampai berpikir
untuk bercerai saja. Adanya musyawarah dan pertemuan keluarga sudah diadakan
beberapa kali tapi tetap tidak merubah prilaku suaminya tersebut. Bahkan
sedimikian parahnya dimana si suami melepas tanggung-jawabnya sebagai seorang
suami dan ayah karena sudah 2 tahun ini si suami tidak memberikan nafkah lahir
untuk sang Istri dan anaknya. Sampai akhirnya, Susan merasa terncam jiwanya
dimana terjadi kejadian pada bulan April 2007, Susan dipukul / ditonjok matanya
sampai biru yang berujung pada kekerasan terhadap anak semata wayangnya juga.
Setelah kejadian itu Susan memutuskan untuk bercerai saja.
Proses Cerai
Menentukan Pengadilan Mana yang Berwenang
Susan langsung ancang-ancang mempersiapkan perceraiannya.
Dalam hal ini Susan tidak boleh salah menentukan pengadilan mana yang berwenang
mengadili perkara cerainya. Karena bila salah mendaftarkan gugatan cerai di
Pengadilan yang tidak berwenang maka gugatannya tersebut dapat ditolak oleh
hakim. Dalam Undang-undang diatur bila yang mengajukan gugatan cerai si istri
(beragama Islam) maka Pengadilan Agama yang berwenangnya adalah Pengadilan
Agama di wilayah yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal terakhir si istri.
Catatan :
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses perkara
perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri, bukan-lah
harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau bukanlah
berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu menikah.
Bila yang mengajukan gugatan cerai si suami (beragama Islam)
maka Pengadilan Agama adalah Pengadilan Agama di wilayah yang sesuai dengan
wilayah tempat tinggal si istri.
Catatan :
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses perkara
perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri, bukan-lah
harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau bukanlah
berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu menikah.
Di Jakarta ada 5 Pengadilan Agama (PA), untuk menentukan
secara tepat PA mana yang berwenang memproses perkara cerainya Susan. Maka
susan harus mengetahui persis alamat tempat tinggalnya yang saat ini ia
tinggali, yakni alama tepatnya di bilangan Tebet ( Jakarta Selatan ). Jadi
pengadilan yang tepat mengadili perkara cerai Susan adalah PA Jakarta Selatan.
Susan mencari alamat PA Jakarta Selatan, yaitu di Jl. Rambutan VII, No. 48,
Pejaten Barat, Jakarta Selatan.
Saran utk persiapan proses cerai :
• Menentukan dengan benar pengadilan manakah yang berwenang
mengadili perkara cerainya;
• Survey langsung ke pengadilan tersebut;
• Mencari informas di pengadilan berwenang tersebut utk
mendapatkan informasi proses cerai sebanyak-banyaknya (seperti: apa
syarat-syarat mengajukan gugatan cerai, bagaimana menyusun gugatan, berapa
biaya daftar gugatan dll).
Perlukah jasa pengacara?
Dari hasil informasinya itu, Susan menentukan untuk tidak
menggunakan jasa seorang pengacara, karena :
• Susan punya banyak waktu untuk menghadiri sidang
perceraiannya; dan
• Susan tidak punya banyak uang untuk menyewa seorang
pengacara yang mungkin bisa mengeruk biaya sekitar Rp 5jt – 10jt lebih.
• Umumnya penggunaan jasa pengacara digunakan pada orang
yang waktunya sempit (sibuk bekerja) dan adanya hak dan kewajiban yang mungkin
sulit dipertahankan dalam proses perceraiannya.
BAB
III
P
E N U T U P
3.1 Kesimpulan
Dalam setiap penyelesaian kasus hukum perdata perlu
memperhatikan peraturan di negara tersebut agar dapat menyelesaikan masalah
dengan adil.
REFERENSI
:
- http://karlinaaafaradila.wordpress.com/2012/04/02/hukum-perdata/
- http://salim-anshori.blogspot.com/2013/03/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia.html
- http://jdihukum.jatengprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=131:hukum-indonesia
- http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab2-hukum_perdata.pdf
- http://rismaeka.wordpress.com/2012/04/09/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar